Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Karena itu, setiap Muslim wajib memuliakan dan mensucikan al-Quran. Para
Ulama sepakat bahwa memuliakan dan mensucikan al-Quran adalah wajib.
Karenanya, siapa saja kaum Muslim yang menghina al-Quran, berarti telah
melakukan dosa besar, bahkan telah dinyatakan murtad dari Islam. Imam
an-Nawawi, dalam At-Tibyan fi Adabi Hamalah al-Qur’an, menyatakan:
Para ulama telah sepakat tentang kewajiban menjaga mushaf al-Quran dan
memuliakan-nya. Para ulama Mazhab Syafii berkata, “Jika ada seorang
Muslim melemparkan al-Quran ke tempat kotor maka dihukumi kafir
(murtad).” Mereka juga berkata, “Haram menjadikan al-Quran sebagai
bantal. Bukan hanya itu, bahkan para ulama telah mengharamkan menjadikan
kitab-kitab yang penuh dengan ilmu sebagai bantal atau tempat
bersandar.” Dalam rangka memuliakan al-Quran disunnahkan jika kita
melihat al-Quran untuk berdiri, karena berdiri untuk menghormati ulama
dan orang-orang terhormat adalah sunnah, apalagi menghormati al-Quran.
Diriwayatkan dari Ibn Abi Malikah bahwa Ikrimah bin Abi Jahal pernah
meletakan al-Quran di depan wajahnya, seraya berkata, “Wahai kitab
Tuhanku, wahai kitab Tuhanku.”
Di antara penyebab kekufuran (murtad) bagi seorang Muslim adalah
mencaci-maki dan menghinakan perkara yang diagungkan dalam agama,
mencaci-maki Rasulullah saw, mencaci-maki malaikat serta menistakan
mushaf al-Quran dan melemparkannya ke tempat yang kotor. Semua itu
termasuk penyebab kekufuran (murtad). Al-Qadhi Iyadh pernah berkata,
“Ketahuilah bahwa siapa saja yang meremehkan al-Quran, mushafnya atau
bagian dari al-Quran, atau mencaci-maki al-Quran dan mushafnya, ia telah
kafir (murtad) menurut ahli Ilmu.” (Asy-Syifa, II/1101).
Dalam kitab Asna al-Mathalib dinyatakan, mazhab Syafii telah menegaskan
bahwa orang yang sengaja menghina, baik secara verbal, lisan maupun
dalam hati, kitab suci al-Quran atau hadis Nabi saw. dengan melempar
mushaf atau kitab hadis di tempat kotor, maka dihukumi murtad.
Dalam kitab Al-Fatawa al-Hindiyyah, mazhab Hanafi menyatakan, bahwa jika
seseorang menginjakkan kakinya ke mushaf, dengan maksud menghinanya,
maka dinyatakan murtad (kafir).
Dalam Hasyiyah al-‘Adawi, mazhab Maliki menyatakan, meletakkan mushaf di
tanah dengan tujuan menghina al-Quran dinyatakan murtad.
Dalam kitab Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah dinyatakan, ulama telah sepakat
bahwa siapa saja yang menghina al-Quran, mushaf, satu bagian dari
mushaf, atau mengingkari satu huruf darinya, atau mendustakan satu saja
hukum atau informasi yang dinyatakannya, atau meragukan isinya, atau
berusaha melecehkannya dengan tindakan tertentu, seperti melemparkannya
di tempat-tempat kotor, maka dinyatakan kafir (murtad).
Inilah hukum syariah yang disepakati oleh para fukaha dari berbagai
mazhab, bahwa hukum menghina al-Quran jelas-jelas haram, apapun
bentuknya, baik dengan membakar, merobek, melemparkan ke toilet maupun
menafikan isi dan kebenaran ayat dan suratnya. Jika pelakunya Muslim,
maka dengan tindakannya itu dia dinyatakan kafir (murtad). Jika dia
non-Muslim, dan menjadi Ahli Dzimmah, maka dia dianggap menodai
dzimmah-nya, dan bisa dijatuhi sanksi yang keras oleh negara. Jika dia
non-Muslim dan bukan Ahli Dzimmah, tetapi Mu’ahad, maka tindakannya bisa
merusak mu’ahadah-nya, dan negara bisa mengambil tindakan tegas
kepadanya dan negaranya. Jika dia non-Muslim Ahli Harb, maka tindakannya
itu bisa menjadi alasan bagi negara untuk memaklumkan perang
terhadapnya dan negaranya.
Karena itu, sanksinya pun berat. Orang Muslim yang menghina al-Quran
akan dibunuh, karena telah dinyatakan murtad. Jika dia non-Muslim Ahli
Dzimmah, maka dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut
dzimmah-nya, hingga sanksi hukuman mati. Bagi non-Muslim non-Ahli
Dzimmah, maka Khilafah akan membuat perhitungan dengan negaranya, bahkan
bisa dijadikan alasan Khalifah untuk memerangi negaranya, dengan alasan
menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslim.
Nabi saw. bersabda:
الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقََاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Imam (khalifah/kepala negara) adalah perisai; rakyat akan berperang di
belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai tempat berlindung (HR
Muslim).
Apa yang dinyatakan oleh Nabi di atas, bahwa Imam (Khalifah) adalah
perisai benar-benar terbukti. Tanpa Khilafah, al-Quran tidak ada yang
melindungi. Penistaan terhadap kitab suci itu pun terus berlangsung
siang-malam, baik yang dilakukan oleh kaum kafir di Barat maupun Timur,
bahkan di negeri kaum Muslim sendiri. Andai saja Khilafah ada, niscaya
penistaan demi penistaan seperti ini tidak akan terjadi.
Dalam pandangan Islam, segala bentuk penistaan terhadap Islam dan
syiar-syiarnya sama dengan ajakan berperang. Pelakunya akan ditindak
tegas oleh Khilafah. Seorang Muslim yang melakukan penistaan dihukumi
murtad dan dia akan dihukum mati. Bagi non-Muslim Ahli Dzimmah, bisa
dikenai ta’zir yang sangat berat, hingga sampai pada hukuman mati. Bagi
non-Muslim yang tinggal di negara kafir seperti AS, Belanda dan
sebagainya, maka Khilafah akan memaklumkan perang terhadapnya untuk
menindak dan membungkam mereka. Dengan begitu, siapapun tidak akan
berani melakukan penodaan terhadap kesucian Islam.
Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam pernah memaklumkan perang
terhadap Yahudi Bani Qainuqa’, karena telah menodai kehormatan seorang
Muslimah, dan mengusir mereka dari Madinah, karena dianggap menodai
perjanjian mereka dengan negara. Al-Mu’tashim juga melakukan hal yang
sama terhadap orang Kristen Romawi hingga Amuriyah jatuh ke tangan kaum
Muslim. Ketika Nabi saw. dihina oleh seniman Inggris, Khilafah
Utsmaniyah, mengirim peringatan perang, dan mereka pun tak berani
berbuat lancang.
Karena itu, adanya Khilafah dan pasukannya untuk melindungi kesucian dan
kehormatan Islam, termasuk kitab suci dan Nabinya, mutlak diperlukan,
sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Ghazali dalam Al-Iqtishad fi
al-I’tiqad. Jika saat ini umat Islam tidak mempunyai khalifah, dan para
penguasa mereka pun tidak melakukan tugas dan tanggungjawab untuk
membela agama Allah, bahkan berlomba memerangi Allah dan Rasul-Nya demi
kerelaan AS dan sekutunya, maka kewajiban umat Islam saat ini adalah
mengenyahkan para penguasa seperti itu, dan membaiat seorang khalifah
untuk memerintah dengan kitab Allah dan sunah Rasul-Nya; lalu menerapkan
hukum syariah; menjaga kekayaan, kehormatan dan kemuliaan umat Islam
sehingga tidak akan dihinakan lagi.
Kewajiban umat Islam seluruhnya yang paling segera adalah tidak tidur
hingga duta-duta negara-negara kafir penjajah itu ditutup dan diusir
dari negeri kita. Kemudian dimaklumkan jihad untuk mengusir setiap jejak
tentara Barat (kafir) yang menyerang negeri-negeri kaum Muslim. Lalu
mengambil tindakan tegas yang akan membuat para penguasa negara-negara
Barat berhitung seribu kali sebelum melecehkan kemuliaan Islam, simbol
dan ajarannya; baik dalam pembangunan masjid, menara masjid, purdah
maupun yang lain. Pada saat itu, umat Islam tidak perlu lagi hidup dalam
masyarakat Barat yang terus-menerus merongrong agamanya siang dan
malam. Wallahu a’lam. [VM]
Sumber : visimuslim.net