Menunggu
memang melelahkan jiwa. Pangeran yang dinanti pun entah di mana gerangannya.
Namun... Tidaklah sebanding artinya kalau kau gadaikan aqidah hanya karena
gundah gulana Bukankah kekanda kelak juga ada di surga? Lalu mengapa tak tunggu
saja ia datang berkereta kencana bertahta emas permata?
***
Kesepian
memang kadang menyakitkan, menoreh setiap senyum dan tawa, serta menciptakan
riak anak sungai di sudut mata. Sedih dan pedih silih berganti kunjung mengunjungi.
Pupus segala harap, melukai semua impian yang kadang memabukkan. Hingga, jiwa
yang rapuh menciptakan serpihan kegelisahan yang memilukan.
Saat
temaram rembulan menyuguhkan hidangan, terlintas sekelebat bayang. Disibaknya
kegelapan, namun entah di mana ia berada. Kecewa, hingga guratan keresahan
menyibukkan kelamnya malam. Kebisuan yang menusuk-nusuk membuat kedukaan
semakin berat, bahkan menghujamkan akal dan aqidah. Air mata semakin deras
tumpah, lelah, tubuh pun mencoba rebah. Namun jiwa ini lemah, bening air yang
coba dibendungnya kembali menerobos kelopak mata, ke pipi, hingga membasahi
sarung bantal dan kapuk di dalamnya.
Cinta...
Entah berapa banyak pahlawan yang tercipta karenanya, namun cinta juga kadang melahirkan para pecundang. Ia laksana kobaran api yang berasal dari setitik bara, menyuluh, namun dapat pula membakar. Impian karena cinta membuat hati dan raga terselimuti bahagia, memompa harapan yang keluar masuk melalui butiran darah. Mengharapkan belahan jiwa yang siap mendampingi saat tawa dan air mata, hingga terbentang siluet istimewanya seorang wanita yang telah menikah, mengandung, dan melahirkan si kecil dengan selimut kasih sayang, penuh luapan cinta.
Entah berapa banyak pahlawan yang tercipta karenanya, namun cinta juga kadang melahirkan para pecundang. Ia laksana kobaran api yang berasal dari setitik bara, menyuluh, namun dapat pula membakar. Impian karena cinta membuat hati dan raga terselimuti bahagia, memompa harapan yang keluar masuk melalui butiran darah. Mengharapkan belahan jiwa yang siap mendampingi saat tawa dan air mata, hingga terbentang siluet istimewanya seorang wanita yang telah menikah, mengandung, dan melahirkan si kecil dengan selimut kasih sayang, penuh luapan cinta.
Namun,
impian berbeda dengan kenyataan. Sepi semakin menggerogoti hari, sendiri dan
masih saja sendiri. Duhai belahan hati, entah di mana kekanda bersembunyi.
Cinta
dan impian untuk membentuk sebuah keluarga memang begitu indah. Namun tatkala
ia belum menyapa janganlah membuat gundah dan resah, bahkan merubah pandangan
terhadap Sang Pemilik Cinta. Kegelisahan jangan pula membuatmu menggadaikan
aqidah, karena sungguh itu adalah harta yang tak ternilai harganya.
Tak ada
yang dapat membelinya, apalagi dengan basa-basi cinta yang menyelubungi
halleluyah.
Cinta
yang membara tak akan dapat menghapus ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min)
sebelum mereka beriman..." [Al Baqarah: 221].
Cinta
akan membentuk sebuah keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah karena kesamaan iman
dan aqidah, dalam naungan ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jangan biarkan
sedikitpun celah hatimu terbuka dengan cinta berselubung halleluyah, karena
cinta seperti itu akan meranggas aqidah. Pernikahan dengan keyakinan yang
berbeda, tak akan melahirkan ketenteraman jiwa, karena ia adalah zina.
Kelak,
dapatkah engkau menjawab saat anakmu bertanya mengapa ayah selalu pergi setiap
hari Minggu, sedangkan dirimu rukuk dan sujud? Bisakah engkau menjelaskan saat
anak laki-lakimu bertanya, mengapa ayah tidak menghadiri sholat Jum'at padahal
dirimu berbicara panjang lebar tentang kewajiban menunaikannya? Atau, mengapa
ayah tidak mengucapkan bismillah tapi atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus?
Juga, mengapa Tuhannya ayah ada 3 sedangkan dirimu selalu mengucapkan ahad...
ahad... ahad...?
Mampukah
engkau menjelaskan semua itu dan banyak pertanyaan lagi dari buah hatimu?
Bahkan, sanggupkah engkau menahan murkanya Allah Subhanahu wa Ta'ala?
Duhai
jiwa yang lelah...
Saat
tanya beruntun mengetuk jiwa, di manakah gerangan kekanda berada, kembalilah
kepada Sang Pemilik Rahasia. Lantunkan munajat dan do'a, mohon tetapkan iman
untuk selalu terhatur kepadaNya. Jadikan hati ini selalu ikhlas serta rela atas
setiap keputusan.
As'alukallahummar
ridha ba'dal qadha, wa burdal 'iisyi ba'dal maut, wa ladzdzatan nazhori ila
wajhika, wa syauqon ila liqaa'ika.
Ya Allah, aku mohon kerelaan atas setiap keputusanMu, kesejukan setelah
kematian, dan kelezatan memandang wajahMu serta kerinduan berjumpa denganMu.
Mohonkan
juga kepadaNya, agar Ia menguatkan niat dan azzam kepada lelaki yang belum
menikah untuk segera menyempurnakan setengah agama, sehingga dirimu serta
pasangan jiwa tercinta dapat bersama membangun sebuah istana kecil nan indah
dalam naungan ridho-Nya.
Sabar
dan besarkan jiwa. Kalaulah Allah Subhanahu wa Ta'ala menakdirkan dirimu
sebagai lajang di dunia fana, yakinlah di surga ada kekanda yang setia menunggu
hingga saatnya tiba.
Kuatkan
hati, tegar dan selalu tegar, karena dirimu memiliki harta yang tak ternilai
harganya, ialah aqidah.
WaLlahua'lam
bi shawab.
Sumber : eramuslim.com